Tak terasa, kita telah memasuki sepuluh hari yang terakhir dari
Ramadhan tahun ini. Tak terasa memang, tiba-tiba kita sudah memasuki
sepuluh hari terakhir. Begitulah waktu. Waktu adalah kehidupan kita.
Karena hidup kita hakikatnya adalah rangkaian waktu. Beruntunglah hidup
kita, jika kita bisa mengisi rangkaian waktu kita dengan ketaatan.
Sebaliknya, merugilah kita, jika rangkaian waktu itu kita sia-siakan,
bahkan kita isi dengan kemaksiatan.
Maka, detik per detik, menit per menit, jam per jam, hari per hari,
bulan per bulan, dan tahun per tahun adalah rangkaian waktu yang merajut
hidup kita. Sungguh sayang jika rangkaian itu kita sia-siakan, bahkan
kita isi dengan kemaksiatan. Terlebih, ketika detik per detik, menit per
menit, jam per jam dan hari per harinya mempunyai nilai yang luar
biasa. Itulah “Lailatul Qadar”.
Iya, mengapa malam itu begitu berharga dan luar biasa? Karena, Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyebut malam itu lebih baik daripada seribu bulan,
atau 84 tahun:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ، وَمَا أَدْرَاكَ مَا
لَيْلَةُ الْقَدْرِ، لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya [al-Qur’an] pada malam
al-Qadar. Apakah yang Kamu ketahui tentang Lailatu al-Qadar? Lailatu
al-Qadar [malam] yang lebih baik ketimbang seribu bulan.” [Q.s. al-Qadar: 1-3].
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyebutnya sebagai malam penuh berkah, karena malam itu diberkahi Allah:
حم، وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ، إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ
مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ، فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ
حَكِيمٍ، أَمْراً مِّنْ عِندِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ، رَحْمَةً مِّن
رَّبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Ha-mim. Demi al-Kitab [al-Qur’an] yang menjelaskan, sesungguhnya
Kami telah menurunkannya di malam yang diberkahi. Sesungguhnya Kamilah
yang Memberi Peringatan. Di malam [Lailatu al-Qadar] itu dirinci semua
urusan yang penuh hikmah. Urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya
Kamilah yang Mengutus para rasul sebagai wujud kasih sayang Tuhanmu.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Q.s. ad-Dukhan: 1-6]
Ibn ‘Abbas, Radhiya-Llahu ‘anhu yang diberi gelar Nabi Sa-Llahu
‘alaihi wa Sallam sebagai Turjuman al-Qur’an [penafsir al-Qur’an],
menuturkan makna ayat ini, “Di malam itu, semua urusan dunia dirinci
ketentuan [takdir]-nya, dari satu tahun ke tahun berikutnya.”
Pendek kata, Lailatul Qadar adalah malam yang istimewa, penuh berkah
dan diberkahi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Begitu istimewa, agung dan
berkahnya malam itu, hingga nilai ketaatan di dalamnya lebih baik
ketimbang 84 tahun. Saat para Malaikat yang mulia beserta Jibril turun,
membawa al-Qur’an, menebar rahmat dan kedamaian hingga terbitnya Fajar
[Subuh]. Saat takdir kita dari tahun ke tahun ditetapkan, di saat itulah
kita ajukan “Proposal Hidup” kita kepada-Nya.
Wajar, jika Nabi Sa-Llahu ‘alaihi wa Sallam titahkan kepada kita untuk mencarinya. Baginda Sa-Llahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
اِلْتَمِسُوْهَا فِي الْعَشْرِ الآوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.
“Carilah Lailatul Qadar di sepuluh malam yang terakhir di bulan Ramadhan.” [Hr. Bukhari]
Tak hanya menitahkan kepada kita untuk mencarinya, tetapi Baginda Sa-Llahu ‘alaihi wa Sallam juga menitahkan:
وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Siapa saja yang mendirikan Lailatul Qadar dengan penuh keimanan, dan
hanya mengharap ridha dan pahala [dari Allah ‘Azza wa Jalla], maka
dosa-dosa dia yang lalu pasti akan diampuni [oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala].” [Hr. Bukhari dan Muslim]
Nabi Sa-Llahu ‘alaihi wa Sallam juga mencontohkan, bagaimana
menghidupkan Lailatul Qadar. Dalam hadits Abi Sa’id al-Khudri
Radhiya-Llahu ‘anhu, dituturkan bahwa Baginda Sa-Llahu ‘alaihi wa Sallam
telah melakukan i’tikaf, dan menitahkan siapa saja di antara para
sahabatnya yang ingin melakukan i’tikaf, hendaknya tidak meninggalkan
i’tikafnya.
Dalam riwayat ‘Aisyah Radhiya-Llahu ‘anha, ketika telah memasuki
sepuluh hari terakhir, Nabi Sa-Llahu ‘alaihi wa Sallam mengencangkan
sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya. Nabi
Sa-Llahu ‘alaihi wa Sallam pun menghidupkannya dengan shalat, doa,
tilawah al-Qur’an dan ketaatan yang lainnya. Meski dalam riwayat lain,
Nabi Sa-Llahu ‘alaihi wa Sallam telah melakukan Penaklukan Kota Makkah
juga tanggal 20 Ramadhan 8 H.
Begitulah, Nabi Sa-Llahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabat
Ridhwanu-Llah ‘alaihim menghidupkan Lailatul Qadar. Sebagian ulama’
memilih memperbanyak doa, ketimbang yang lain. Karena begitu berharganya
malam itu, sehingga saat itulah mereka mengajukan Proposal Hidup
mereka. Sufyan at-Tsauri Rahimahu-Llah berkata:
الدُّعَاءُ فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ أَحَبَّ إِليَّ مِنَ الصَّلاَةِ،
قَالَ: وَإِذَا كَانَ يَقْرَأُ وَهُوَ يَدْعُوْ وَيَرْغَبُ إِلَى الله فِي
الدُّعَاءِ وَالْمَسْأَلَةِ لَعَلَّهُ يُوَافِقُ.
“Berdoa di malam [Lailatul Qadar] itu lebih aku sukai ketimbang
shalat. [Beliau berkata] Jika sedang membaca al-Qur’an, beliau pun
sambil berdoa dan berharap kepada Allah dalam doanya, dan pintanya,
semoga Dia menyetujui [mengabulkannya].”
Di antara doa-doa yang terbaik, selain yang telah dicontohkan oleh
Nabi Sa-Llahu ‘alaihi wa Sallam untuk dibaca di malam penuh berkah ini,
adalah doa yang diperuntukkan untuk kebaikan Islam dan umatnya. Setelah
itu, baru doa untuk kemaslahatan pribadi dan keluarga.
Semoga kita bisa mendapatkan kemuliaan, keagungan dan
keistimewaannya. Semoga apa yang menjadi hajat kita dikabulkan oleh
Allah ‘Azza wa Jalla.
Oleh: KH Hafidz Abdurrahman, Khadim Ma’had dan Majlis Syaraful Haramain
(fauziya/muslimahzone.com)
No comments:
Post a Comment